Data gempa bumi merusak selama 20 tahun terakhir menunjukkan kerugian akibat 7 kejadian gempa besar mencapai 128 Triliun dan lebih dari 100.000 korban jiwa. Kajian BNPB (2015) menyebutkan lebih dari 148 juta jiwa terpapar gempa bumi pada tingkat ancaman tinggi dan sedang atau 62,4% dari total penduduk Indonesia. Indeks Risiko Bencana (BNPB, 2023) menunjukkan bahwa 99,02% kota/kabupaten di Indonesia memiliki indeks risiko bencana dengan kelas risiko tinggi dan sedang. Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2025, kerugian terbesar yang diakibatkan bencana didominasi oleh bencana gempa bumi.
Andai Kita Bisa Prediksi Gempa Bumi…
Bagaimanapun, hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi secara akurat tentang kapan pastinya gempa bumi akan terjadi, di mana lokasinya, dan seberapa kuat gempanya. Bila ada informasi tentang ‘perkiraan’ gempa bumi MEGATHRUST di Indonesia, informasi tersebut sebenarnya adalah POTENSI yang dihitung secara saintifik berdasarkan kondisi tatanan tektonik, pergerakan lempeng tektonik, sejarah kegempaan, dan sebagainya. Selain gempa bumi megathrust, Indonesia (Pusat Gempa Bumi Nasional, PusGeN) juga telah memetakan banyak sesar aktif di darat yang berpotensi menimbulkan gempa bumi merusak.
Sebagai tambahan, ancaman gempa bumi ini tidak hanya ada di Indonesia. Masyarakat di belahan dunia lain di sepanjang tepi cincin Pasifik dan subduksi Samudra Hindia juga memiliki ancaman gempa bumi megathrust. Selain megathrust, negara-negara lain pun juga memiliki ancaman nyata akibat keberadaan sesar aktif di darat. Contohnya, Amerika Serikat (California) memiliki ancaman gempa bumi dari sesar aktif di darat (San Andreas) yang mereka sebut sebagai THE BIG ONE.
Untuk saat ini Indonesia telah memiliki Sistem Peringatan Dini Tsunami yang memberikan peringatan dini tsunami apabila terjadi gempa bumi tektonik yang berpotensi tsunami (InaTEWS). Sistem ini selain melayani pengamatan gempa bumi dan tsunami untuk wilayah Indonesia juga memiliki kontribusi positif bagi dunia internasional dengan menjadi pemberi layanan informasi tsunami (tsunami service provider, TSP) untuk wilayah Samudera Hindia (IOTWS).
Singkatnya, Indonesia baru punya sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS) dan TIDAK BISA PREDIKSI GEMPA BUMI.
Lah, Jepang Bisa Kok…
Pasca gempa bumi Jepang 1 Januari 2024, beredar video salah satu live streamer yang menunjukkan Jepang memberikan peringatan gempa sebelum guncangan gempa. Video tersebut sempat menjadi pembicaraan publik yang membuat banyak orang yakin gempa bumi dapat dipresiksi. Video yang beredar merupakan bukti dari sebuah sistem peringatan dini gempa bumi yang canggih. Jepang memiliki salah satu sistem peringatan dini paling maju di dunia, yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi Jepang (JMA). Selain di Jepang, lokasi lain seperti Amerika Serikat, Meksiko, Italia, Rumania, dan Taiwan juga menerapkan teknologi sistem peringatan dini gempa bumi baik secara nasional maupun parsial.
Apakah Peringatan Dini Gempa Memprediksi Gempa Bumi?
TIDAK. Peringatan dini gempa bumi (Earthquake Early Warning, EEW) mendeteksi secara cepat getaran gempa tepat sesaat setelah gempa bumi terjadi menggunakan jaringan pengamatan seismik. Dengan teknologi komunikasi yang semakin cepat dan sudah canggih belakangan ini, pengiriman data deteksi getaran awal dapat dikirim ke pusat pengolahan data dan peringatan dini dapat disebarluaskan ke lokasi yang jauh dari pusat gempa lebih cepat dibandingkan kecepatan gelombang gempa yang merusak. Perbedaan signifikan antara kecepatan komunikasi dengan kecepatan getaran yang merusak inilah yang menjadikan peringatan dini gempa bumi memungkinkan untuk diaplikasikan. Dengan kata lain peringatan dini gempa bumi memberikian PERINGATAN, bukan PREDIKSI, karena bagaimanapun tetap gempa bumi harus terjadi terlebih dahulu.
Bagaimana Sistem Peringatan Dini Gempa Bumi (EEWS) Bekerja?
Sistem peringatan dini gempa bumi mendeteksi gelombang primer (P-wave) yang bergerak cepat melalui kerak bumi, sebelum gelombang sekunder (S-wave) yang lebih kuat dan lebih merusak tiba. Selisih waktu kedatangan gelombang primer dan gelombang sekunder menentukan seberapa cepat peringatan dini dapat diberikan. Interval waktu ini meningkat seiring dengan jarak suatu lokasi dari pusat gempa. Secara umum, interval ini berkisar antara 60 hingga 90 detik untuk gempa bumi yang besar, dalam, dan jauh. Aturan praktisnya (kira-kira) adalah satu detik untuk setiap dua kilometer dari pusat gempa.
Sesaat (seketika) setelah gempa terjadi pada sumber gempa bumi, getaran gelombang primer (P-wave) merambat lebih cepat dibandingkan gelombang sekunder (S-wave). P-wave terdeteksi pada jaringan sensor pengamatan gempa bumi yang informasinya dipantau terus menerus dan realtime di pusat pengamatan gempa bumi. Seketika saat P-wave terdeteksi di beberapa sensor, pusat pengamatan secara otomatis segera membuat perkiraan parameter gempa bumi (sementara) untuk membuat model perkiraan guncangan pada tempat yang lebih jauh dari pusat gempa. Selanjutnya pusat pengamatan dan pemrosesan mengirimkan informasi peringatan dini untuk area-area yang berdasarkan model kemungkinan akan mengalami guncangan yang berpotensi merusak. Penerima informasi peringatan dini dapat melakukan aksi penyelamatan diri (misal Drop-Cover-Hold On) atau pada sistem otomatis dapat mengeksekusi perintah untuk mencegah kerusakan yang lebih parah. Sederhananya:
- Gempa bumi terjadi;
- Jaringan sensor gempa bumi mendeteksi P-wave yang menjalar lebih cepat;
- Jaringan sensor mengirim ke pusat pengamatan dan pengolahan data;
- Pusat pengamatan melakukan kalkulasi otomatis dan mendapatkan model guncangan;
- Pusat pengamatan mengirimkan peringatan dini gempa bumi;
- Penerima peringatan dini melakukan aksi penyelamatan diri sebelum S-wave yang merusak tiba di lokasi penerima;
Efektivitas peringatan dini bergantung pada jarak sensor pendeteksi gempa terdekat dari sumber gempa, kerapatan jaringan sensor pendeteksi gempa bumi, kemampuan deteksi P-wave yang akurat, kecepatan komputasi untuk estimasi kekuatan guncangan, kecepatan sistem komunikasi dan diseminasi, dan respon penerima informasi peringatan dini.
Apa Saja Manfaat Informasi Peringatan Dini Gempa Bumi?
Dengan menerapkan sistem peringatan dini gempa bumi, penerima informasi peringatan dini dapat melakukan aksi respon cepat sebagai contoh:
- Orang saat berada di dalam rumah dapat seketika melakukan aksi Drop-Cover-Hold On (sembunyi di bawah meja/tempat tidur, misal) untuk melindungi diri dari runtuhan benda akibat guncangan gempa;
- Sopir kendaraan di jalan raya dapat segera menepi dan menghentikan laju kendaraannya untuk menghindari hilang kendali akibat guncangan gempa;
- Dokter di rumah sakit atas pertimbangan tertentu dapat menghentikan proses operasi sebelum guncangan gempa tiba;
- Pengelola bangunan komersial (mall, perkantoran, pasar, hotel, wahana permainan) dapat memberikan warning alarm kepada pengunjung supaya melindungi diri (Drop-Cover-Hold) sebelum guncangan gempa tiba;
- Kereta cepat dapat memperlambat atau menghentikan laju kereta untuk menghindari tergelincir keluar jalur rel (derailment) akibat guncangan gempa;
- Pabrik-pabrik di kawasan industri dapat secara otomatis menghentikan kerja mesin-mesin presisinya menghindari kerugian karena cacat produksi akibat guncangan gempa bumi;
- Sistem transmisi gas bumi, minyak, dan air dapat menutup katup-katup secara otomatis untuk menghindari kebocoran dan kebakaran akibat guncangan gempa bumi;
- Sistem jaringan transmisi listrik dapat seketika memadamkan listrik untuk menghindari korsleting/kebakaran akibat arus pendek;
- Bendungan untuk pembangkit listrik secara otomatis dapat menghentikan generator untuk menghindari kerusakan sistem pembangkit;
- Operasi pemboran minyak dapat menghentikan pengeborannya untuk menghindari blow-out di lokasi pemboran;
- Sistem produksi bahan kimia dapat menghentikan produksinya serta mengisolasi area bahan kimia berbahaya yang berdampak bagi lingkungan.
- Kantor pemadam kebakaran secara otomatis membuka gerbang dan membunyikan alarm untuk menyiapkan aksi dini sebagai first responder.
Penyediaan peringatan dini gempa bumi (EEW) sangat relevan dengan satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yaitu Kota dan Pemukiman yang Inklusif, Aman, Tangguh, dan Berkelanjutan. Penyelenggaraan peringatan dini gempa bumi sebagai satu rangkaian peringatan beruntun dengan peringatan dini tsunami (EEWS dan TEWS) merupakan upaya untuk pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) sebagai cara untuk menurunkan jumlah korban meninggal, menurunkan korban terdampak, mengurangi kerugian ekonomi secara langsung akibat bencana alam, dan mengurangi kerusakan pada infrastruktur kritis dan alat-alat produksi penggerak perekonomian.
Bisakah EEW Diterapkan di Indonesia?
Dari Sisi Hulu (Warning Provider)
Untuk wilayah tertentu misal di Jawa-Bali yang sudah memiliki jaringan internet yang cukup cepat berbasis fiber optik maupun GSM, dengan sebaran sensor guncangan kuat (strong motion) yang diperbanyak memungkinkan untuk dijadikan area uji coba sistem peringatan dini gempa bumi di level regional mengingat di wilayah ini juga terdapat banyak objek vital nasional (obvitnas), aktivitas industri, bangunan komersial, transportasi massal kereta cepat, jaringan transmisi energi yang masif, memiliki jumlah penduduk yang banyak, dan tentu saja memiliki ancaman gempa bumi yang nyata dari zona subduksi (megathrust) dan dari sesar aktif di darat (sesar Kendeng, Baribis, Cimandiri, Lembang, Opak, dll.).
Secara bertahap, sebaran dan kerapatan sensor pendeteksi aktivitas seismik di Indonesia perlu ditingkatkan untuk mendeteksi secara cepat (dalam orde detik) kejadian gempa bumi supaya layanan sistem peringatan dini menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Jaringan pengamatan ini pun perlu didukung oleh jaringan internet yang sebarannya merata, kecepatan tinggi, dan latensi jaringan rendah supaya dapat mengirimkan data gempa bumi secara realtime ke pusat pengamatan gempa bumi. Di samping itu, di sisi pusat pengamatan gempa bumi butuh dukungan sumber daya komputasi (computing resources) tambahan untuk menangani sejumlah data realtime dari sensor yang jumlahnya sangat banyak secara bersamaan sehinga dari sisi hulu informasi (warning provider) informasi peringatan dini dapat terbentuk secara otomatis dalam waktu yang lebih cepat dalam orde detik.
Di Sisi Midstream (Perantara Diseminasi)
Di sisi perantara, moda diseminasi SMS yang disediakan Kominfo (Komdigi) masih membutuhkan waktu 3 menit (sebagaimana diberitakan oleh CNN Indonesia) sehingga belum bisa mengakomodir kebutuhan EEW yang harus mendiseminasikan secara massal dalam orde detik. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat, Jepang, dan Taiwan memanfaatkan teknologi Wireless Emergency Alert (WEA) yang secara default sudah ada di smartphone Android dan iOS dan dapat menerima informasi di sisi end-user secara massal dalam 2-10 detik. Teknologi WEA ini berbeda dengan SMS blasting yang saat ini digunakan Komdigi. Untuk memanfaatkan WEA ini perlu kerja bersama antara warning provider (misal: BMKG, BNPB, PVMBG, Polri, TNI, Kemenkes, dll.), regulator (Komdigi, Badan Regulasi Telekomunikasi), dan operator seluler (Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dll.).
Pun sebenarnya dengan warning provider saat ini, peringatan dini lain seperti informasi peringatan dini cuaca ekstrem MEWS (BMKG), peringatan dini tsunami TEWS (BMKG), peringatan dini erupsi gunung api (PVMBG), peringatan dini terorisme/kerusuhan massal (Polri), peringatan dini serangan rudal (TNI), atau bahkan informasi orang hilang semestinya sudah dapat memanfaatkan teknologi WEA karena memiliki keunggulan:
- Sudah terintegrasi dengan HP Smartphone, tidak perlu menginstall aplikasi tambahan;
- Tersentralisasi untuk semua jenis peringatan dini;
- Dapat mendiseminasikan secara cepat; dan
- Dapat menargetkan area tertentu secara spesifik hanya yang terdampak.
Meski WEA belum bisa diaplikasikan di Indonesia, masih ada moda lain yang cukup cepat mencapai end-user untuk keperluan peringatan dini gempa bumi, misal melalui TV broadcast, aplikasi smartphone, radio analog, dan customized devices. Moda diseminasi lainnya ini tetap memiliki kekurangan. Namun, jika semua moda diseminasi ini dapat diaktifkan tentu saja masyarakat sebagai end-user akan mendapatkan manfaatnya. Apapun moda diseminasinya, tujuan akhirnya adalah secepatnya memberikan warning kepada sebanyak mungkin orang di area potensi terdampak sehingga meminimalkan korban jiwa dan harta benda.
Rule of thumb, semakin lama waktu untuk proses deteksi sampai diseminasi, semakin luas wilayah yang akan terlambat menerima warning. Sebaliknya, semakin cepat waktu yang untuk proses deteksi hingga diseminasi, semakin banyak orang akan mendapatkan warning sebelum guncangan yang lebih merusak datang.
Di Sisi Hilir (Penerima Warning)
Masyarakat selaku penerima informasi perlu memperkaya literasi terkait respon apabila terjadi gempa bumi sehingga tahu apa yang harus dilakukan ketika merasakan gempa atau mendapat peringatan dini gempa bumi. Media informasi terkait tata-cara mitigasi dan merespon gempa bumi dan tsunami perlu diperbanyak dan disebarluaskan sehingga menjangkau seluruh masyarakat tanpa terkecuali (inklusif, early warning for all).
Indonesia secara parsial sudah mengarah pada kondisi bisa melakukan uji coba sistem peringatan dini gempa bumi pada level regional. Secara bertahap perlu mengupayakan Peringatan Dini Gempa Bumi (EEW) secara nasional sebagai wujud pelindungan negara kepada masyarakat dari bahaya gempa bumi, baik memberikan perlindungan pada manusianya, perlindungan pada lokus-lokus kegiatan sosial dan ekonominya, dan perlindungan pada instrumen pendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Referensi:
- Congressional Research Service: The ShakeAlert Earthquake Early Warning System and the Federal Role. https://crsreports.congress.gov/product/pdf/R/R47121/8
- On the potential for megathrust earthquakes and tsunamis off the southern coast of West Java and southeast Sumatra, Indonesia. https://doi.org/10.1007/s11069-022-05696-y
- The San Andreas Fault: Is the Big One Coming? https://science.howstuffworks.com/nature/natural-disasters/san-andreas-fault.htm
- Peringatan Dini Bencana Kominfo, Muncul 3 Menit Setelah Gempa. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20241002111307-199-1150707/peringatan-dini-bencana-kominfo-muncul-3-menit-setelah-gempa
- ShakeAlert Earthquake Early Warning Basic. https://www.usgs.gov/media/images/shakealert-earthquake-early-warning-basics
- Make cities and human settlements inclusive, safe, resilient and sustainable. https://sdgs.un.org/goals/goal11